Penanganan pascabencana sering luput dari pantauan media. Media lebih menyukai liputan bencana alam yang baru saja terjadi. Sebut saja peristiwa tsunami dan likuifaksi di Palu dan Donggala. Media gencar memberitakan penyebab tsunami dan likuifaksi, dampak kerusakan, proses evakuasi, dan mengeksploitasi kisah para korban. Seiring dengan waktu, pemberitaan akan semakin menyusut. Padahal penanganan pascabencana sedang berlangsung dan butuh pengawasan.
Ada tiga alasan mengapa media perlu memantau pascabencana. Pertama, menyuarakan korban bencana. Media harus berdiri di sisi korban yang sedang memperjuangkan hak untuk hidup normal seperti sediakala. Kedua, media perlu secara kritis mengabarkan proses penanganan rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana, dan kendalanya kepada stakeholders, termasuk pemerintah. Ketiga, sebagai wakil publik, media bertugas mengawasi dana rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana. Dalam banyak kasus, pada fase ini sering terjadi penyelewengan dana yang bersumber dari APBN dan donasi.
Untuk itu, Tempo Institute bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu yang didukung oleh International Media Support (IMS) merancang modul belajar online bagaimana meliput pascabencana.
Peserta mampu mengomunikasikan akuntabilitas penanganan pascabencana kepada stakeholders secara lebih menarik dan mudah dipahami.